Masyarakat Toraja makin geram menanggapi isu penghentian pembangunan bandara baru Buntu Kunik di Kecamatan Mengkendek, Tana Toraja. Mereka pun melakukan aksi unjuk rasa menuntut pemerintah pusat melanjutkan megaproyek, yang sempat terhenti anggaran pembangunannya pada tahun 2016 ini.
Setelah sebelumnya masyarakat melakukan aksi unjuk rasa saat reses anggota Komisi V DPR RI, Bahrum Daido ke Toraja, Senin, 15 Agustus kemarin, ratusan warga yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat Toraja (FPRT), kembali melakukan aksi unjuk rasa di gedung DPRD dan kantor bupati Tana Toraja.
Saat melakukan aksi unjuk rasa, para warga ini membawa serta keranda mayat, sebagai simbol rasa duka mereka atas isu penghentian pembangunan Bandara Buntu Kunik.
Massa demostran yang dikawal ketat aparat kepolisian mula-mula melakukan orasi di gedung DPRD Tana Toraja.
Mereka menuntut lembaga wakil rakyat tersebut melakukan langkah-langkah politik untuk memperingatkan dan mendesak pemerintah pusat melanjutkan pembangunan bandara Buntu Kunik.
Gaung bersambut, tujuh anggota dewan yang hadir menerima aspirasi, berpindah tempat dari kursi ke barisan pengunjuk rasa. Para anggota dewan ini juga ikut memegang spanduk dan menyuarakan desakan yang sama dengan pengunjuk rasa.
“Apa yang saudara-saudara sampaikan ini juga menjadi pergumulan kami di dewan. Percayalah, kita akan sama-sama memperjuangkan kelanjutan pembangunan bandara Buntu Kunik,” tegas salah satu anggota dewan, Semuel Tandirerung.
Usai di DPRD, massa pengunjuk rasa bergerak ke kantor bupati Tana Toraja. Di depan kantor bupati, mereka kembali melakukan orasi. Dalam orasinya, massa menyebut pemerintah pusat tidak bisa seenaknya menghentikan pembangunan Bandara Buntu Kunik.
Sebab, dalam prosesnya warga Toraja sudah berkorban begitu besar untuk mendukung terwujudnya bandara ini.
Diantara pengorbanan warga adalah pemindahan beberapa mayat dari dalam liang batu (makam) dan penyerahan lahan, yang hingga saat ini masih jadi polemik.
Mengeluarkan, apalagi memindahkan mayat, merupakan sesuatu yang tabu sesuai adat istiadat Toraja. Jangankan mengeluarkan mayat dari dalam liang kubur, membuka pintu liang pun, merupakan sesuatu yang sangat sakral.
“Membuka pintu liang (makam) berarti ada mayat baru yang kita mau kasi masuk. Ini, mayat dari dalam liang kita rela pindahkan, hanya semata-mata untuk mendukung program pemerintah membangun bandara,” ungkap Rasyid Mappadang, salah satu warga.
Menurut Rasyid, pemerintah pusat harus mempertimbangkan pengorbanan masyarakat Toraja yang begitu besar. Pemerintah tidak bisa menyepelekan pengorbanan itu, karena terkait arwah nenek moyang yang mayatnya dipindahkan tersebut.
“Ini bukan hal main-main. Jadi, saya minta dengan sangat, pemerintah pusat jangan anggap remeh ini,” tegas Rasyid.
Diketahui, beberapa waktu belakangan ini beredar isu bahwa anggaran pembangunan Bandara Buntu Kunik di kecamatan Mengkendek dialihkan ke Bandara Bua di Kabupaten Luwu.
Itu terbukti dari tidak tersedianya anggaran untuk kelanjutan pembangunan Bandara Buntu Kunik dalam APBN induk maupun APBN perubahan tahun 2016. (ave)
Sumber : http://palopopos.fajar.co.id/2016/08/16/keranda-mayat-dibawa-ke-dprd/